Kebijakan Budidaya Udang dalam Upaya Peningkatan Produktifitas (Policy Brief)

Oleh Desy Sasri Utari, S.Pi., M.Si.

Pendahuluan

Perikanan budidaya pada saat ini menjadi barometer utama dalam menopang pembangunan perikanan nasional. Hal ini merupakan sebuah tantangan besar bagi Direktorat Jenderal (Ditjen) Perikanan Budidaya dalam mewujudkan Perikanan Budidaya sebagai ujung tombak dalam meng- gerakkan perekonomian nasional dan ketahanan pangan masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka diper- lukan sebuah kebijakan strategis yang dapat diimplementa- sikan secara nyata melalui kerjasama sinergi dari pelaku perikanan budidaya.

Sebagai salah satu primadona dalam ekspor, udang merupakan komoditas utama pada bidang perikanan yang menyumbang devisa cukup tinggi bagi negara ini.   Banyak pesaing ekspor komoditas udang yang mayoritas pembeli potensialnya berasal dari Amerika, Jepang dan Uni Eropa. Mayoritas udang yang diekspor indonesia adalah dari jenis udang vannamei (Litopenaeus Vannamei). Dengan terbuka lebarnya pangsa pasar udang di kancah internasional, maka Indonesia dituntut selalu siap memenuhi jumlah kebutuhan ekspor udang yang bermutu baik dan selalu berkelanjutan.

Kemampuan memenuhi permintaan ekspor udang, akan sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya berasal dari dukungan kebijakan yang dibuat pemerintah di dalam upaya mendukung keberlanjutan dan peningkatan produktifitas budidaya dan pembesaran udang. Salah satu kebijakan terkait peningkatan usaha budidaya udang na- sional yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Peri- kanan (KKP) melalui pencanangan program revitalisasi tam- bak udang pada tahun 2012. Kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan produksi udang melalui upaya optimalisasi lahan tambak dengan membuat model percontohan melalui program tambak percontohan (demontration farm atau DEMFARM).

DEMFARM  merupakan  program  dari  Ditjen  Perikanan  Budi- daya Kementerian Kelautan dan Perikanan yang dimulai dari tahun 2012 yang merupakan teknologi terkini yang dapat mengoptimalkan lahan idle, revitalisasi tambak, meminimalisasi kegagalan dan meningkatkan produktivitas dengan menerapkan teknologi monokul- tur-intensif. Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) dengan pola mana- jemen klaster serta plastikisasi mulsa (plastik tipis). Pelaksanaan pro- gram KKP melalui revitalisasi tambak udang, pada tahun 2012 diberi- kan dalam bentuk barang berupa plastik mulsa, kincir, pompa air, genset, benih udang dan juga pakan. Sedangkan untuk program revi- talisasi tambak 2013, diberikan dalam bentuk plastik mulsa, kincir, pompa air, dan genset. Hal tersebut dilakukan untuk lebih mening- katkan rasa memiliki petambak udang terhadap program revitalisasi tambak.

  1. Masyarakat tidak memiliki modal besar terutama untuk pembuatan/pencetakan tambak.
  2. Lahan tambak yang dimiliki masyarakat pada umumnya tidak luas
  3. Harus mengubah konstruksi lahan teruta- ma kaitanya dengan saluran  pembuangan dan pengisian air.
  4. Beberapa petambak harus terpaksa me- rasa puas dengan hasil panen yang dil- akukan dengan   teknik   budidaya   udang secara tradisional.

Program  DEMFARM  pada   tahun 2012 telah dilakukan di 6 (enam) kabu- paten di wilayah pantai utara jawa (pantura) Jawa Barat dan Banten, dan pada tahun 2013 dilakukan di 28 kabu- paten di 6 (enam) provinsi (di Jawa Ten- gah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara, Lam- pung).

TEMUAN UTAMA

Proses adopsi teknologi DEMFARM melalui beberapa tahapan mulai dari tingkat menyadari bahwa teknologi terse- but diperlukan dan dapat meningkatkan pendapatan usaha, selanjutnya pembudi- daya berminat untuk mencoba teknologi tersebut, setelah itu pembudidaya akan mencoba menggunakan teknologi terse- but apabila teknologi tersebut menguntungkan, mudah dicoba, cepat dilihat hasilnya (produksinya meningkat), dan tersedia sarana dan prasarananya. “ Program  demontration  farm atau   DEMFARM meningkatkan produksi udang nasional 480.000 ton     per september 2013, jauh dibanding hasil capaian produksi tahun  2012 yang  hanya 457.600 ton ” Sumber: KKP (2013)

Apabila setelah menggunakan teknologi DEMFARM tersebut memberikan hasil yang nyata terhadap produksi dan pen- ingkatan pendapatan, maka pembudi- daya tambak akan mau mencoba dan mengadopsi teknologi tersebut. Faktor- faktor yang menjadi harapan masyarakat mau mau mencoba teknologi intensif DENFARM tersebut yaitu :

  1. Orientasi keuntungan yang besar
  2. Ketersediaan lahan yang luas
  3. Dapat menyerap tenaga kerja

Tingkat  pendapatan  kelompok yang mengadopsi teknologi DEMFARM dalam rangka intensifikasi revitalisasi tambak udang mengalami peningkatan. Tingkat pendapatan  pembudidaya dengan menggunakan teknologi tradi- sional yaitu Rp.12.000.000- Rp.50.000.000,- per siklus/ha (3-4 bulan). Sedangkan pembudidaya udang yang mengadopsi  teknologi  DEMFARM dalam rangka intensifikasi revitalisasi tambak udang dapat memperoleh keuntungan sebesar Rp.70.000.000- 240.000.000,- per siklus/ha (3-4 bulan). Selain keuntungan, pembudidaya tambak udang juga mem- peroleh gaji per bulan berkisar Rp.1.500.000,- sampai Rp.2.400.000,- dan memiliki inventaris lahan lengkap dengan peralatan dan gudang yang pada akhirnya akan  menjadi milik petambak penerima program.

Penerapan   teknologi   DEMFARM pada  tambak udang  dengan menggunakan sistem intensif masih be- lum sepenuhnya terlaksana dengan baik disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

  1. Masyarakat tidak memiliki modal besar terutama untuk pembuatan/pencetakan tambak.
  2. Lahan tambak yang dimiliki masyarakat pada umumnya tidak luas
  3. Harus mengubah konstruksi lahan teruta- ma kaitanya dengan saluran  pembuangan dan pengisian air.
  4. Beberapa petambak harus terpaksa me- rasa puas dengan hasil panen yang dil- akukan dengan   teknik   budidaya   udang secara tradisional.

REKOMENDASI KEBIJAKAN

Langkah yang perlu diambil untuk dapat melaksanakan program DENFARM untuk peningkatan produktifitas udang pa- da budidaya tambak antara lain adalah:

  1. Diperlukan penetapan kisaran luasan minimal dan maksimal dalam pelaksanaan program DEMFARM  budidaya  tambak udang secara intensif. Dengan demikian diharapkan program DEMFARM akan dapat tersebar dan terlaksana dengan baik
  2. Diperlukan penetapan bahwa udang hasil budidaya dengan program DEMFARM harus dipasarkan melalui sistem lelang yang ada pada Tempat Pelelangan Hasil Tambak (TPHT) yang dikelola oleh instansi semisal KUD, sehingga produksi udang yang dihasilkan dengan metode DEMFARM ter- catat dalam data produksi lokal, sehingga dapat terpantau sejauh mana keberhasilan metode ini.

IMPLIKASI KEBIJAKAN

Implikasi kebijakan yang diperlukan adalah sebagai berikut:

  1. Petambak harus sudah mulai mencatat
  2. semua aktivitas   yang   dilakukan   dalam usaha pertambakan untuk dapat memper- jelas pengelolaan administrasi usaha se- hingga memperjelas perhitungan ekonomi usaha tambak udang tersebut.
  3. Perlu penetapan kisaran luasan minimal dan maksimal dalam pelaksanaan program DEMFARM budidaya tambak udang secara intensif.
  4. Perlu pengembangan sistem pemasaran
  5. udang hasil tambak  yang  menguntungkan semua pihak, termasuk masyarakat di seki- tarnya dan menggunaan sistem pendataan produksi hasil tambak udang lokal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *