
Oleh Ilham Setio Wibowo, S.E., M.M
Kasus kecurangan atau fraud masih menjadi topik hangat saat ini. Berdasarkan data kecurangan berdasarkan posisi/jabatan dari Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse 2016, maka dapat dilihat bahwa 40,9% pelaku kecurangan adalah memiliki posisi sebagai pegawai, 36,8% memiliki posisi sebagai manajer, 18,9% memiliki prosentase sebagai pemilik atau eksekutif, sedangkan 3,4% sisanya memiliki posisi lainnya selain ketiga posisi tersebut. Namun, semua skema ini secara umum dapat dikategorikan ke dalam satu dari tiga kategori: korupsi, penyelewengan aset, dan penipuan laporan keuangan. Menurut ACFE’s Occupational Fraud 2024: A Report to the Nations, dari ketiga kategori ini, penyelewengan aset terjadi pada tingkat yang lebih tinggi (89% dari kasus penipuan) dibandingkan dengan korupsi (48%) dan penipuan laporan keuangan (5%). Tindakan Fraud tidak mengenal dimensi tempat dan waktu; Fraud bisa terjadi di mana saja, dan kapan saja. Fraud juga tak mengenal subjek pelakunya; siapa saja bisa melakukan fraud, baik itu dari level manajemen bawah, maupun level manajemen atas. Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mendefinisikan fraud sebagai suatu penggunaan jabatan oleh seseorang untuk memperkaya dirinya melalui penyelahgunaan yang disengaja atau penyalahgunaan penggunaan aset atau sumber daya organisasi (ACFE, 2008). Penyimpangan aset terjadi ketika mereka yang dipercaya untuk memegang dan mengelola aset bisnis secara fisik mencuri aset atau menyalahgunakan manfaat aset untuk keuntungan pribadi mereka sendiri. Mengingat penyalahgunaan aset adalah rute favorit yang luar biasa bagi penipu pekerjaan pada umumnya. Fraud juga dapat diartikan sebagai tindakan penipuan atau kekeliruan yang dilakukan oleh seseorang atau badan yang mengetahui bahwa kekeliruan tersebut dapat mengakibatkan kerugian kepada individu atau entitas pihak lain (Surjandari & Martaningtyas, 2015).
Menurut Statement of Auditing Standards (SAS) No.99, fraud adalah tindakan sengaja untuk menimbulkan kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan. Fraud merupakan tindakan yang melibatkan penipuan, manipulasi atau penyalahgunaan kepercayaab dalam rangka mendapatkan keuntungan secara tidak jujur, dan ini dapat terjadi di beberapa bidang termasuk keuangan, bisnis atau bahkan pada kehidupan sehari- hari. Fraud berdampak serius untuk individu ataupun bisnis yang lagi dijalankan, dan ini dapat merugikan secara financial merusak reputasi dan bahkan menyebabkan kegagalan bisnis selain itu fraud juga dapat berdampak negative pada kepercayaan dan stabilitas operasional secara keseluruhan. Salah satu penjelasan teoritis mengenai penyebab seseorang melakukan fraud, pertama kali dikembangkan oleh Donald Cressey dengan teorinya yang dikenal dengan fraud triangle. Dalam teorinya dijelaskan bahwa fraud triangle dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pressure, opportunity, dan rationalization (Cressey, 1950). Pressure adalah penggelapan uang perusahaan oleh pelaku yang bermula dari suatu tekanan. Orang tersebut mempunyai kebutuhan keuangan yang mendesak, sehingga secara personal kebutuhan individu dianggap lebih penting dari kebutuhan organisasi. Penyebab fraud kedua yaitu opportunity, dimana kecurangan akan dilakukan jika ada kesempatan dimana seseorang harus memiliki akses terhadap aset atau memiliki wewenang untuk mengatur prosedur pengendalian yang memperkenankan dilakukannya skema kecurangan. Penyebab yang ketiga yaitu rationalization, artinya kecurangan yang dilakukan karena ada rasionalisasi yang dilakukan seseorang atau kelompok orang dengan membangun pembenaran atas kecurangan yang dilakukan. Pelaku fraud biasanya mencari alasan pembenaran bahwa yang dilakukannya bukan pencurian atau kecurangan, tetapi sesuatu yang memang merupakan haknya. Namun demikian, beberapa individu lebih rentan melakukan kecurangan dibandingkan individu yang lain. Kecenderungan untuk melakukan kecurangan tergantung pada nilai-nilai etika dan keadaan pribadi mereka (Abdullahi, 2015).
Banyak upaya untuk mencegah fraud berdasarkan teori maupun penelitian yang ada, dengan harapan praktik fraud dapat diantisipasi sedini mungkin. Salah satunya adalah mencegah kecurangan dengan menerapkan pengendalian internal (internal control). Upaya pencegahan terhadap tindakan fraud akan lebih efektif untuk dilakukan dibandingkan dengan melakukan upaya represif. Pencegahan perlu dilakukan untuk menghindari kerugian yang lebih besar dan rusaknya reputasi institusi maupun individu. Selain itu, kejadian kecurangan yang tidak segera ditangani dan terungkap karena lambatnya penanganan akan semakin memberi peluang pelaku untuk menutupi tindakannya dengan kecurangan yang lain (Kurniasari, 2017).
Di era digitalisasi telah menjadi kunci utama dalam transformasi sektor keuangan di banyak negara. Inovasi teknologi telah memiliki dampak signifikan dalam meningkatkan aksesibilitas, efisiensi, dan transparansi layanan keuangan. Dalam konteks sektor usaha, peningkatan digitalisasi laporan keuangan berdampak luas pada pengelolaan keuangan dan efisiensi bisnis. Ini tidak hanya membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih baik, tetapi juga meningkatkan inklusi keuangan untuk berbagai pihak terkait. Mengelola dan menjalankan usaha bukan perkara mudah. Dibutuhkan pemahaman yang mendalam untuk segala aspek. Termasuk juga bagaimana mencegah terjadinya kecurangan laporan keuangan. Adanya kecurangan laporan keuangan atau fraud sudah tentu akan merugikan. Untuk menghindari terjadinya kecurangan, pencatatan pada laporan keuangan harus sebaik-baiknya. Saat ini juga sudah ada teknologi software tersendiri untuk mencegah kecurangan pada laporan keuangan. Selain itu juga bisa dilakukan beberapa cara lain sebagai langkah pencegahan.
Pelaksanaan SOP Lebih Diperketat
Salah satu penyebab terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan adalah proses yang tidak sesuai. Entah itu pada pencatatan keuangan, sampai proses pelaporan yang tidak sesuai SOP. Tentu saja, terdapat beberapa penyebab lain dari situasi ini. Namun, untuk mengatasi hal ini, langkah yang dapat diambil adalah memastikan penerapan SOP diperketat. Sehingga pada prakteknya, SOP juga harus diterapkan secara praktis.
Transparansi Sistem Akuntansi dan Keuangan
Tidak adanya transparansi dalam pengelolaan dan pengaturan keuangan menjadi salah satu peluang terjadinya kecurangan. Penting sekali mengutamakan transparansi. Terutama dalam proses pengelolaan, pengaturan, hingga pelaporan keuangan. Transparansi bisa dicapai dengan berbagai cara berbeda. Mulai dari melalui komunikasi akuntansi yang baik antara pihak-pihak yang bertanggung jawab. Sampai juga akses untuk laporan keuangan yang terbuka. Sistem akuntansi dan keuangan yang baik akan mampu mencegah terjadinya kecurangan. Dan menyusun dokumen akuntansi sebaik-baiknya. Dokumen akuntansi serta yang berkaitan dengan keuangan seharusnya disusun dengan cermat dan lengkap. Kemudian melakukan proses pelaporan dalam periode-periode yang ditentukan.
Sistem Pengendalian Internal
Kecurangan laporan keuangan sebenarnya berpusat pada individu serta media yang digunakan. Seperti misalnya dokumen laporan keuangan yang tidak disusun dengan seharusnya. Sampai juga kecurangan yang dilakukan oleh individu. Demi menghindari hal tersebut, seharusnya memiliki sistem pengendalian internal. Adanya sistem ini akan memastikan masing-masing bagian memiliki porsi otoritas. Sehingga tidak ada kecurangan dan kesalahpahaman dalam melakukan tugas sesuai poksinya.
Menggunakan Teknologi Software Tepat
Agar memudahkan pelaporan keuangan, sekaligus memastikan transparansi, komunikasi akuntansi, dan dokumentasi yang tepat. Perusahaan dapat menggunakan software khusus untuk penerapan dan kebutuhan efisiensi waktu dan biaya menyebabkan setiap pelaku usaha merasa perlu menerapkan teknologi informasi dalam lingkungan kerja karena dapat menyebabkan perubahan pada kebiasaan kerja. Misalnya penerapan Enterprice Resource Planning (ERP). Dimana perangkat lunak yang dapat mencakup sistem manajemen untuk dapat memenuhi tujuan efektifitas dan efisiensi suatu perusahaan maupun organisasi.
Sumber Gambar: primadoc.id